Minggu, 30 April 2017

HUBUNGAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DENGAN ETIKA BISNIS

HUBUNGAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DENGAN ETIKA BISNIS






DISUSUN OLEH :

 Mevita  Silviana         16214608

Kelas :  3EA43


MATA KULIAH ETIKA BISNIS
Dosen : STEVANI ADINDA NURUL HUDA, SE., M.IBF

FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2017




PENDAHULUAN
Pemicu munculnya Good Corporate Govarnance yaitu dari timbulnya berbagai skandal besar yang menimpa perusahaan-perusahaan baik di Inggris maupun Amerika Serikat pada tahun 1980an berupa berkembangnya budaya serakah dan pengambil-alihan perusahaan secara agresif lebih menyadarkan orang akan perlunya sistem tata-kelola ini. Bagaimanapun juga dalam suatu perusahaan selalu saja terjadi pertarungan antara kebebasan pribadi dan tanggung jawab kolektif, dan inilah sentral dari pengaturan yang menjadi obyek corporate governance. Suatu lembaga itu tidak mempunyai jiwa, sedangkan yang mempunyai adalah orang-orang yang bekerja di dalamnya, yang dipengaruhi oleh interaksi dalam mengejar kepentingan pribadi dan kepentingan bersama.
Corporate Governance dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan ‘pengendalian perusahaan’ atau ‘tata-kelola perusahaan’, atau ada juga yang menterjemahkan dengan ‘tata-pamong perusahaan’. Namun karena padanan bahasa Indonesia ini belum cukup baku, maka dalam tulisan ini sengaja digunakan istilah aslinya saja, yaitu Corporate Governance.
Krisis moneter yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 telah berkembang menjadi krisis multi dimensi termasuk perekonomian sehingga menyebabkan banyak perbankan dan perusahaan besar menjadi bangkrut akibat lemahnya implementasi good corporate governance. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain adalah minimnya keterbukaan perusahaan berupa pelaporan kinerja keuangan, kewajiban kredit dan pengelolaan perusahaan terutama bagi perusahaan yang belum go public, kurangnya pemberdayaan komisaris sebagai organ pengawasan terhadap aktivitas manajemen dan ketidakmampuan akuntan dan auditor memberi kontribusi atas sistem pengawasan keuangan perusahaan. Lemahnya implementasi good corporate governance akan menyebabkan perusahaan tidak dapat mencapai tujuannya berupa profit yang maksimal, tidak mampu mengembangkan perusahaan dalam persaingan bisnis serta tidak dapat memenuhi berbagai kepentingan stakeholders.


PEMBAHASAN
A.    Pengertian Good Corporate Governance
Pengertian GCG menurut Bank Dunia (World Bank) adalah kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.
Lembaga Corporate Governance di Malaysia yaitu Finance Committee on Corporate Governance (FCCG) mendifinisikan corporate governance sebagai proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan aktivitas perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan.
Good Corporate Governance (GCG) adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholder khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan untuk mengatur kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.

GCG terdiri dari 4 (empat) unsur yang tidak dapat terpisahkan, yaitu :
1.      Commitment on Governance adalah komitmen untuk menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah dalam bidang perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
2.      Governance Structure adalah struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di bank sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang berlaku.
3.      Governance Mechanism adalah pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan.
4.      Governance Outcomes adalah hasil dari pelaksanaan GCG baik dari aspek hasil kinerja maupun cara-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja tersebut.

B.     Prinsip Good Corporate Governance
Prinsip-prinsip corporate governance yang dikembangkan oleh OECD meliputi 5 (lima) hal yaitu :
1.       Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (The Rights of shareholders).
2.       Perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham (The Equitable Treatment of Shareholders).
3.       Peranan Stakeholders yang terkait dengan perusahaan (The Role of Stakeholders).
4.       Keterbukaan dan Transparansi (Disclosure and Transparency).
5.       Akuntabilitas Dewan Komisaris / Direksi (The Responsibilities of The Board).

Prinsip-prinsip GCG sesuai pasal 3 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN sebagai berikut : 
1.      Transparansi (transparency) : keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan mengemukakan informasi materil yang relevan mengenai perusahaan. 
2.      Pengungkapan (disclosure) : penyajian informasi kepada stakeholders, baik diminta maupun tidak diminta, mengenai hal-hal yang berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan, dan resiko usaha perusahaan. 
3.      Kemandirian (independence) : suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 
4.      Akuntabilitas (accountability) : kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Manajemen perusa-haan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif dan ekonomis. 
5.      Pertanggungjawaban (responsibility) : kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 
6.      Kewajaran (fairness) : keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

C.     Manfaat Good Corporate Governance
·         Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing.
·         Mendapatkan cost of capital yang lebih murah (debt/capital).
·         Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan.
·         Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari shareholder dan stakeholder terhadap perusahaan.
·         Mempengaruhi harga saham secara positif.
·         Meningkatkan kontribusi BUMN terhadap penerimaan Negara dalam bentuk pajak dan dividen, serta meningkatkan kesejahteraan karyawan.
·         Melindungi Direksi/Komisaris/Dewan Pengawas dari tuntutan hukum dan melindungi dari intervensi politis serta usaha-usaha campur tangan di luar mekanisme korporasi.

D.    Karakteristik Good Corporate Govarnance
Ada 8 karakteristik dalam good corporate governance yang saling mempengaruhi satu sama lain, dimana dalam keterkaitan antara 8 karakteristik ini dapat memberikan keleluasaan bagi kaum minoritas dan juga menekan superioritas dari kalangan penguasa.
1.      Partisipasi
Dalam partisipasi pembangunan pemerintah mempunyai peran pentinguntuk melakukan pengaturan. Dimana sumber daya alam dan infrastruktur yang dikelola oleh pemerintah bersama swasta haruslah melibatkan masyarakat.
Partisipasi dalam pemerintah dapat diwujudkan melalui:
·         Partisipasi dari keuntungan yang didapat dari proyek dan kelompok yang terpengaruh serta mempengaruhi aktivitas berjalannya sebuah proyek.
·         Meningkatkan hubungan antara publik dan sektor swasta, khususnya hubungan sosial ekonomiyang bersifat menguntungkan semua pihak. Dimana pemerintah bertindak sebagai fasilitator.
·         Meberdayakan pemerintah lokal dengan kepemilikan proyek daerah yang dikenal dengan otonomi daerah.
·         Menggunakan lembaga swadaya komunitas sebagai kendaraan alat untuk meraih keuntungan melalui sebuah proyek dimana lembaga ini bertindak sebagai pengawas jalannya proyek.
2.      Aturan Hukum
Hukum Bertindak sebagai pengatur yang memiliki kekuatan untuk memaksa orang-orang yang terkait dalam pelaksanaan sebuah proses yang sedang berlangsung.Legalisasi dan regulasi yang dilakukan oleh pemerintah menjadi factor penting untuk proses keberlangsungan kehidupan bernegara.
3.      Transparansi
Keputusan diambil dan dilakukan melalui aturan yang diikuti secara benar dan sangat terbuka pada hal-hal yang memang seharusnya bersifat terbuka. Informasi yang ada sangat bebas dan langsung dapatdiakses untuk keseluruhan anggota komunitas. Transparansi mengacu kepada ketersediaan dari informasi untukkomunitas umum dan penjelasan tentang aturan-aturan pemerintah, regulasi dan keputusan.
4.      Responsif
Dalam kaidah good governance disini, responsif berarti menyediakan berbagai bentuk layanan kepada setiap komunitas yang tergabung dalam elemen-elemen stakeholder dalam memberikan tanggapan yang cepat terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi. Tolak ukur dalam segi pelayanan dapat dilihat melaluiproses birokrasi yang tidak berbelit-belit. Tingkat ukuran pengaturan yang baik dapat dilihat melalui kecepatan tanggap lembaga dalam menyelesaikan masalah tanpa harus melalui proses yang panjang. Mempertahankan sifat responsif dapat dipelihara melaluisistem pengawasan dan pemeriksaan sosial.
5.      Berorientasi konsensus
Pengaturan yang baik, pada dasarnya menggabungkan beberapa kepentingan dari beberapa kelompok sosial dalam satu sistem yang bersifat adil dan tidak memihak, kalaupun ada keberpihakan adalah pada etika dari hubungan sosial antar komunitas atau pihak yang saling berhubungan sosial. Berkaitan dengan kondisi komunitas Indonesia, makaorientasi konsensus ini menjadi sangat penting, dalam arti pengaturan harus dapat menjangkau segala kepentingan dansifat-sifat komunitas yang berbeda satu sama lain. Adanya perbedaan antar kelompok sosial dan komunitas yang menimbulkan konflik merupakan sebuah usaha bersamauntuk membentuk sesuatu yang dapat menampung aspirasi serta kebersamaan dalam memahami aturan yang sama.
6.      Adil dan bersifat umum
Kategori adil dan bersifat umum harus dilandaskan pada etika yang dianut secara bersama, hal ini disebabkan karena keberagaman yang ada dalam komunitas di Indonesia. Dimana dalam hal ini tidak bisa dipaksakan kepentingan suatukomunitas tertentu terhadap komunitas yang lain, konsep satukeadilan bagi semua komunitas harus dapat diterapkan secara adil. Konsep pengaturan yang baik harus didasarkan pada pandangan keadilan yang merata bagi setiap komunitas. Hal ini berguna agar tidak terjadi konflik di kemudian harinya. Munculnya sifat pengaturan yang baik harus berdasarkan konsep yang umum, dimana pengaturan tidak didasarkan padasatu komunitas tertentu.
7.      Efektif dan efisien
Konsep efektifitas dalam good governance berarti suatuproses dan kelembagaan yang menghasilkan pertemuan antara kebutuhan di komunitas dengan menghasilkan sebuah outputyang berguna dan juga output yang tidak berguna. Efektifitas dalam hal ini bagaimana proses pengaturanyang baik mampu untuk menekan output yang tidak bergunamenjadi seminimal mungkin. Hal ini biasanya tampak pada pengelolaan sumber daya alam. Konsep efisiensi dalam konteks good governance artinya mencakup keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam dansekaligus melindungi lingkungan. Dimana pemanfaatan sumberdaya alam harus memberikan dampak yang positif bagikomunitas yang ada disekitarnya.
8.      Pertanggung jawaban
Pertanggung jawaban sebagai kunci dari good governance.Tidak hanya kelembagaan pemerintah tetapi juga sektor swastadan organisasi masyarakat sipil harus dipertanggung jawabkan kepada komunitas dan juga kepada institusi mereka sebagai stakeholder.

E.     Etika Bisnis dan konsep Good Corporate Governance
A.    Code of Corporate and Business Conduct
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran hukum.

B.     Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain terhadap masalah :
a.       Informasi rahasia
Seluruh karyawan harus dapat menjaga informasi rahasia mengenai perusahaan dan dilarang untuk menyebarkan informasi rahasia kepada pihak lain yang tidak berhak. Informasi rahasia dapat dilindungi oleh hukum apabila informasi tersebut berharga untuk pihak lain dan pemiliknya melakukan tindakan yang diperlukan untuk melindunginya. Beberapa kode etik yang perlu dilakukan oleh karyawan yaitu harus selalu melindungi informasi rahasia perusahaan dan termasuk Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) serta harus memberi respek terhadap hak yang sama dari pihak lain. Selain itu karyawan juga harus melakukan perlindungan dengan seksama atas kerahasiaan informasi rahasia yang diterima dari pihak lain. Adanya kode etik tersebut diharapkan dapat terjaga hubungan yang baik dengan pemegang saham (share holder), atas dasar integritas (kejujuran) dan transparansi (keterbukaan), dan menjauhkan diri dari memaparkan informasi rahasia. Selain itu dapat terjaga keseimbangan dari kepentingan perusahaan dan pemegang sahamnya dengan kepentingan yang layak dari karyawan, pelanggan, pemasok maupun pemerintah dan masyarakat pada umumnya.
b.      Benturan Kepentingan (Conflict of interrest)
Seluruh karyawan & pimpinan perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang bebas dari suatu benturan kepentingan (conflict of interest) dengan perusahaan. Suatu benturan kepentingan dapat timbul bila karyawan & pimpinan perusahaan memiliki, secara langsung maupun tidak langsung kepentingan pribadi didalam mengambil suatu keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya diambil secara obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi kepentingan terbaik dari perusahaan. Beberapa kode etik yang perlu dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain menghindarkan diri dari situasi (kondisi) yang dapat mengakibatkan suatu benturan kepentingan. Selain itu setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang merasa bahwa dirinya mungkin terlibat dalam benturan kepentingan harus segera melaporkan semua hal yang bersangkutan secara detail kepada pimpinannya (atasannya) yang lebih tinggi.

Terdapat 8 (delapan) hal yang termasuk kategori situasi benturan kepentingan (conflict of interest) tertentu, sebagai berikut :
1)      Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan dengan, atau berkeinginan mengambil andil di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau pesaing (competitor).
2)      Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan.
3)      Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih ada hubungan keluarga (family), atau dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal tersebut.
4)      Segala posisi dimana karyawan & pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh atau kontrol terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal yang masih ada hubungan keluarga .
5)      Segala penggunaan pribadi maupun berbagi atas informasi rahasia perusahaan demi suatu keuntungan pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau menjual barang milik perusahaan atau produk, yang didasarkan atas informasi rahasia tersebut.
6)      Segala penjualan pada atau pembelian dari perusahaan yang menguntungkan pribadi.
7)      Segala penerimaan dari keuntungan, dari seseorang / organisasi / pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan.
8)      Segala aktivitas yang terkait dengan insider trading atas perusahaan yang telah go public, yang merugikan pihak lain.

c.       Sanksi
Setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan / peraturan yang berlaku di perusahaan, misalnya tindakan disipliner termasuk sanksi pemecatan (Pemutusan Hubungan Kerja). Beberapa tindakan karyawan & pimpinan perusahaan yang termasuk kategori pelanggaran terhadap kode etik, antara lain mendapatkan, memakai atau menyalahgunakan asset milik perusahaan untuk kepentingan / keuntungan pribadi, secara fisik mengubah atau merusak asset milik perusahaan tanpa izin yang sesuai dan menghilangkan asset milik perusahaan .Untuk melakukan pengujian atas Kepatuhan terhadap Kode Etik tersebut perlu dilakukan semacam audit kepatuhan (compliance audit) oleh pihak yang independent, misalnya Internal Auditor, sehingga dapat diketahui adanya pelanggaran berikut sanksi yang akan dikenakan terhadap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar kode etik.Akhirnya diharpkan para karyawan maupun pimpinan perusahaan mematuhi Code of Corporate & Business Conduct yang telah ditetapkan oleh perusahaan sebagai   penerapan GCG.

F.      Hubungan Etika Bisnis dengan Good Corporate Governance
Disadari atau tidak, penerapan Good Corporate Governance dalam implementasi etika dalam bisnis memiliki peran yang sangat besar. Pada intinya etika bisnis bukan lagi merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku bisnis tetapi menjadi suatu kebutuhan yang harus terpenuhi. Salah satu contohnya pada prinsip-prinsip GCG mencerminkan etika bisnis yang dapat memenuhi keinginan seluruh stakeholdernya. Etika bisnis yang baik dan sehat menjadi kunci bagi suatu perusahaan untuk membuatnya tetap berdiri kokoh dan tahan terhadap segala macam serangan ketidakstabilan ekonomi.


PENUTUP
Pada intinya etika bisnis bukan lagi merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku bisnis tetapi menjadi suatu kebutuhan yang harus terpenuhi. Etika bisnis adalah salah satu yang terpenting dalam upaya penerapan GCG tersebut. Menerapkan etika bisnis secara konsisten hingga dapat mewujudkan iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan merupakan salah satu sumbangsih besar yang dapat diberikan oleh dunia usaha untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan mampu memberikan manfaat yang besar bagi seluruh stakeholder-nya. Belakangan banyak muncul pertanyaan mengenai apakah etika bisnis merupakan suatu hal yang penting bagi perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Seandainya tidak dilaksanakan, suatu entitas tetap dapat berjalan dengan baik dan memberikan keuntungan.
Jika etika bisnis yang sehat adalah yang dicapai oleh perusahaan, maka menerapkan suatu prinsip Good Corporate Governance oleh suatu perusahaan dapat sebagai salah satu satu alat untuk mencapai etika bisnis yang baik tersebut. Pentingnya tata kelola perusahaan yang sehat untuk stabilitas pasar dan kepercayaan pasar penerapan GCG sebagai bagian dari etika bisnis ini pada gilirannya dapat mempengaruhi pasar dan menjadi bahan pertimbangan yang penting dalam proses pengambilan keputusan. Contoh, pemegang saham menanamkan modalnya untuk membiayai perusahaan, dan tentu saja mereka mengharapkan agar perusahaan dikelola dengan baik untuk memastikan bahwa investasinya aman dan dapat memberikan tingkat pengembalian yang tinggi.
Perusahaan tidak dapat memberikan pengembalian terhadap investasi pemegang saham, jika produk yangdihasilkannya tidak dibeli oleh konsumen. Maka penting bagi perusahaan untuk memastikan bahwa kebutuhan konsumen dipenuhi dengan barang dan jasa yang kompetitif.


Referensi


Kamis, 13 April 2017

PERSPEKTIF ETIKA BISNIS MENURUT PANDANGAN ISLAM DAN PANDANGAN BARA

PERSPEKTIF ETIKA BISNIS MENURUT PANDANGAN ISLAM DAN PANDANGAN BARAT








DISUSUN OLEH :

  Mevita Silviana                 16214608

Kelas : 3EA43

MATA KULIAH ETIKA BISNIS
Dosen : STEVANI ADINDA NURUL HUDA, SE., M.IBF

FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2017


PENDAHULUAN
Dunia bisnis Indonesia tengah mengalami proses perubahan. Arus globalisasi yang semakin deras tengah menekan dunia bisnis Indonesia untuk mengadopsi standar-standar pengelolaan bisnis secara internasional. Sustainable development maupun green business merupakan isu yang semakin berkembang. Masyarakat dunia semakin peduli akan kelestarian lingkungan. Keseimbangan dunia bisnis dan lingkungan harus bisa dicapai. Ecolabeling merupakan salah satu contoh usaha masyarakat untuk menyelamatkan lingkungan dari ancaman dunia bisnis.
Perbincangan tentang  "etika bisnis" di sebagian besar paradigma pemikiran pebisnis terasa kontradiksi interminis (bertentangan dalam dirinya sendiri) atau oxymoron ; mana mungkin ada bisnis yang bersih, bukankah setiap orang yang berani memasuki wilayah bisnis berarti ia harus berani (paling tidak) "bertangan kotor". 
Apalagi ada satu pandangan bahwa masalah etika bisnis seringkali muncul berkaitan dengan isnis tertentu, yang apabila "beretika" maka bisnisnya terancam pailit. Disebagian masyarakat yang nir normative dan hedonistik materialistk, pandangan ini tampkanya bukan merupakan rahasia lagi karena dalam banyak hal ada konotasi yang melekat bahwa dunia bisnis dengan berbagai lingkupnya dipenuhi dengan praktik-praktik yang tidak sejalan dengan etika itu sendiri.
Profit bukanlah semata-mata tujuan yang harus selalu diutamakan. Dunia bisnis juga harus berfungsi sebagai sosial dan harus dioperasikan dengan mengindahkan etika-etika yang berlaku dimasyarakat. Para pengusaha juga harus menghindar dari upaya yang menyalagunakan segalah cara untuk mengejar keuntungan pribadi semata tanpa peduli berbagai akibat yang merugikan pihak lain, masyarakat luas, bahkan merugikan bangsa dan negara.
Etika dalam istilah umum adalah ukuran perilaku yang baik. Bahkan ada yang berpendapat bahwa islam itu akhlak karena mengatur semua perilaku kita, mulai dari tidur sampai bangun kembali bahkan sampai pada ekonomi, bisnis dan politik. Etika atau moral dalam bisnis merupakan buah dari keimanan, keislaman dan ketakwaan yang didasarkan pada keyakinan akan kebenaran Allah SWT. Islam diturunkan Allah pada hakekatnya adalah untuk memperbaiki akhlak atau etika yang baik.



PEMBAHASAN
Salah satu kajian penting dalam Islam adalah persoalan etika bisnis. Pengertian etika adalah acode or set of principles which people live (kaedah atau seperangkat prinsip yang mengatur hidup manusia).  Etika bisnis merupakan hal yang vital dalam perjalanan sebuah aktivitas bisnis professional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. syahata, bahwa etika bisnis mempunyai fungsi substansial membekali para pelaku bisnis beberapa hal sebagai berikut:
1.       Membangun kode etik aslam yang mengatur, mengembangkan dan menancapkan metode berbisnis dalam kerangka ajaran agama.
2.       Kode etik islam dapat menjadi dasar hokum dalam menetapkan tanggung jawab pelaku bisnis, terutama bagi diri meraka sendiri, antara komunitas bisnis, masyarakat , dan di atas segalanya adalah tanggung jawab dihadapan Allah.
3.       Kode etik diperspsi sebagai dokumen hokum yang dapat mnyelesaikan persoalan yang munculdari pada harus diserahkan kepada pihak peradilan.
4.       Kode etik dapat memberi kontribusi dalam penyelesaian banyak persoalan yang terjadi antara sesame pelaku bisnis.
5.       Kode etik dapat membantu mengembangkan kurikulum pendidikan, pelatihan dan seminar yang di perlukan bagi pelaku bisnis yang menggabungkan nilai-nilai moral dan perilaku baik dengan prinsip bisnis kontemporer.
6.       Kode etik ini dapat mempresentasikan bentuk aturan islam yang konkret dan bersifat cultural sehiongga dapat mendeskripsikan konfrehensif dan orisinalitas ajaran islam yang dapat diterapkan disetiap zaman dan tempat.

A.    Etika Bisnis Islam dalam Al-Qur’an dan Hadist
Menurut etika bisnis Islam, setiap pelaku bisnis (wirausaha) dalam berdagang, hendaknya tidak semata-mata bertujuan mencari keutungan sebesar-besarnya, akan tetapi yang paling penting adalah mencari keridhaan dan mencapai keberkahan atas rezeki yang diberikan oleh Allah SWT. Hakikat keberkahan usaha itu adalah kemantapan dari usaha yang dilakukannya dalam bentuk memperoleh keuntungan yang wajar dan diridhai oleh Allah SWT.
Al-Quran dan Hadits didalamnya mencakup sekumpulan aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang jika dijalankan akan menghasilakn kesuksesan besar bagi para pelaku bisnis, baik di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya:
“Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An-Nahl : 89).
Nabi Muhammad SAW memperinci ayat diatas dengan hadits sebagai berikut:
“Telah kuwariskan kepadamu dua hal, yang jika kamu tetap berpegang kepadanya, maka kamu tidak akan tersesat selamanya, yaitu kitab Allah dan sunnahku.” (Bukhari Muslim)
Untuk memperoleh keberkahan dalam jual beli, Islam mengajarkan beberapa etika dalam melakukan bisnis, sebagai berikut:
1)    Jujur dalam takaran dan timbangan, Allah berfirman QS al-Muthafifin 1-2:“Celakalah bagi orang yang curang. Apabila mereka menimbang dari lain (untuk dirinya, dipenuhkan timbangannya). namun, apabila mereka menimbang (untuk orang lain) dikuranginya”. Menjual barang yang halal. Dalam salah satu hadits nabi menyatakan bahwa Allah mengharamkan sesuatu barang, maka haram pula harganya (diperjualbelikan).
2)   Menjual barang yang baik mutunya. Dalam berbagai hadits Rasulullah melarang menjual buah-buahan hingga  jelas baiknya.
3)    Jangan menyembunyikan cacat barang. Salah satu sumber hilangnya keberkahan jual beli, jika seseorang  menjual barang yang cacat yang disembunyikan cacatnya. Ibnu Umar menurut riwayat Bukhari, memberitakan bahwa seorang lelaki menceritakan kepada Nabi bahwa ia tertipu dalam jual beli. Sabda Nabi ; “Apabila engkau berjual beli, katakanlah : tidak ada tipuan”.
4)   Jangan main sumpah. Ada kebiasaan pedagang untuk meyakinkan pembelinya dengan jalan main sumpah agar dagangannya laris. Dalam hal ini Rasulullah SAW memperingatkan: “sumpah itu melariskan dagangan, tetapi menghapuskan keberkahan”. (H.R. Bukhari).
5)   Longgar dan bermurah hati. Sabda Rasulullah: “Allah mengasihi orang yang bermurah hati waktu menjual, waktu membeli dan waktu menagih hutang”. (H.R. Bukhari). Kemudian dalam hadits lain Abu Hurairah memberitakan bahwa Rasulullah bersabda: “ada seorang pedagang yang mempiutangi orang banyak. Apabila dilihatnya orang yang ditagih itu dalam dalam kesem-pitan, dia perintahkan kepada pembantu-pembantunya.” Berilah kelonggaran kepadanya, mudah-mudahan Allah memberikan kelapangan kepada kita”. Maka Allah pun memberikan kelapangan kepadanya “ (H.R. Bukhari).
6)  Jangan menyaingi kawan. Rasulullah telah bersabda: “janganlah kamu menjual dengan menyaingi dagangan saudaranya”.
7)  Mencatat hutang piutang. Dalam dunia bisnis lazim terjadi pinjam-meminjam. Dalam hubungan ini al-Qur’an mengajarkan pencatatan hutang piutang. Gunanya adalah untuk mengingatkan salah satu pihak yang mungkin suatu waktu lupa atau khilaf: “hai orang-orang yang beriman, kalau kalian berhutang-piutang dengan janji yang ditetapkan waktunya, hendaklah kalian tuliskan. Dan seorang penulis di antara kalian, hendaklah menuliskannya dengan jujur. Janganlah penulis itu enggan menuliskannya, sebagaimana telah diajarkan oleh Allah kepadanya”.
8) Larangan riba sebagaimana Allah telah berfirman: “Allah menghapuskan riba dan menyempurnakan kebaikan shadaqah. Dan Allah tidak suka kepada orang yang tetap membangkang dalam bergelimang dosa”.
9)    Anjuran berzakat, yakni menghitung dan mengeluarkan zakat barang dagangan setiap tahun sebanyak 2,5 % sebagai salah satu cara untuk membersihkan harta yang diperoleh dari hasil usaha.

B.     Beberapa Aspek Terkait dengan Bagaimana Islam Memandang Etika dalam Bisnis
1.      Islam mengajarkan agar dalam berbisnis, seorang muslim harus senantiasa berpijak kepada aturan yang ada dalam agama, utamanya bagaimana pengusaha tidak hanya memikirkan kepentingan sendiri, namun juga bisa membina hubungan yang harmonis dengan konsumen atau pelanggan, serta mampu menciptakan suasana saling meridhoi dan tidak ada unsur eksploitasi. Hal ini sebagaimana ketentuan dalam Al-Qur’an yang memberi pentunjuk agar dalam bisnis tercipta hubungan yang harmonis, saling ridha, tidak ada unsur eksploitasi (QS. 4:29) dan bebas dari kecurigaan atau penipuan, seperti keharusan membuat administrasi transaksi kredit (QS. 2: 282).
2.      Bekerja dalam konteks Islam harus didasari atau berlandaskan kepada iman. Dalam kaitan iman, berbisnis tidak semata-mata mengejar keuntungan duniawi, melainkan seorang muslim harus senantiasa ingat bahwa apa pun yang ia kerjakan harus diimbangi dengan komitmen kecintaan kepada Allah. Dengan demikian, Iman akan membawa usaha yang dilakukan seorang muslim jauh dari hal-hal yang dilarang dalam hukum jual beli seperti riba, menipu pembeli, dan sejenisnya.
   
C.     5 Ketentuan Umum Etika Berbisnis dalam Islam.
1.      Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
2.      Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi. Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan.
Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.
واوفوا الكيل اذا كلتم وزنوا بالقسطاس المستقيم ذالك خير وأحسن تأويلا
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya,” (Q.S. al-Isra’: 35).
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 8 yang artinya: “Hai orang-orang beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa.”
3.    Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.
4.      Tanggung jawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.
5.      Kebenaran, kebajikan dan kejujuran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.

D.    Perbedaan Etika Bisnis Islam dengan Barat
Sistem etika Islam secara umum memiliki perbedaan mendasar dibanding sistem etika barat. Pemaparan pemikiran yang melahirkan sistem etika di Barat cenderung memperlihatkan perjalanan yang dinamis dengan cirinya yang  berubah-ubah dan bersifat sementara sesuai dinamika peradaban yang dominan.
Lahirnya pemikiran etika biasanya didasarkan pada pengalaman dan nilai-nilai yang diyakini para pencetusnya. Pengaruh ajaran agama kepada model etika di Barat justru menciptakan ekstremitas baru dimana cenderung merenggut manusia dan keterlibatan duniawi dibandingkan sudut lain yang sangat mengemukakan rasionalisme dan keduniawian.
Sedangkan dalam Islam mengajarkan kesatuan hubungan antar manusia dengan Penciptanya. Kehidupan totalitas duniawi dan ukhrawi dengan berdasarkan sumber utama yang jelas yaitu Al-Qur'an dan Hadis. Berikut penjabaran perbedaan tentang etika bisnis islam dengan barat:

1.      Etika Bisnis Dalam Perspektif Barat
Dalam sistem etika Barat ini, ada tiga teori etika yang akan dibahas, antara lain :
a.    Teleologi
Teori yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill ini mendasarkan pada dua konsep yakni : Pertama,  konsep Utility (manfaat) yang kemudian disebut Utilitarianisme. artinya, pengambilan keputusan etika yang ada pada konsep ini dengan menggunakan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya. Dengan kata lain, sesuatu yang dinilai benar adalah sesuatu yang memaksimalisasi apa yang baik atau meminimalisir apa yang berbahaya bagi banyak pihak. Maka, sesuatu itu dinilai sebagai perbuatan etis ketika sesuatu itu semakin bermanfaat bagi banyak orang.
Dan kedua, teori Keadilan Distribusi Distribitive Justice atau keadilan yang berdasarkan pada konsep Fairness. Inti dari teori ini adalah perbuatan itu dinilai etis apabila menjunjung keadilan distribusi barang dan jasa berdasarkan pada konsep Fairness. Yakni konsep yang memiliki nilai dasar keadilan.
Dalam hal ini, suatu perbuatan sangat beretika apabila berakibat pada pemerataan atau kesamaan kesejahteraan dan beban, sehingga konsep ini berfokus pada metode distribusinya. Distribusi sesuai bagiannya, kebutuhannya, usahanya, sumbangan sosialnya dan sesuai jasanya, dengan ukuran hasil yang dapat meningkatkan kerjasama antar anggota masyarakat.

b.    Deontologi
Teori yang dikembangkan oleh Immanuel Kant ini mengatakan bahwa keputusan moral harus berdasarkan aturan-aturan dan prinsip-prinsip universal, bukan "hasil" atau "konsekuensi" seperti yang ada dalam teori teleologi. Perbuatan baik bukan karena hasilnya tapi mengikuti suatu prinsip yang baik berdasarkan kemauan yang baik.
Dalam teori ini terdapat dua konsep, yaitu : Pertama, Teori Keutamaan Virtue Ethics. Dasar dari teori ini bukanlah aturan atau prinsip yang secara universal benar atau diterima, akan tetapi apa yang paling baik bagi manusia untuk hidup. Dasar dari teori ini adalah tidak menyoroti perbuatan manusia saja, akan tetapi seluruh manusia sebagai pelaku moral. Memandang sikap dan akhlak seseorang yang adil, jujur, mura hati, dan lain sebagainya sebagai keseluruhan.
Kedua, Hukum Abadi Eternal Law, dasar dari teori ini adalah bahwa perbuatan etis harus didasarkan pada ajaran kitab suci dan alam.

c.    Hybrid
Merupakan kombinasi atau sesuatu yang berlainan dari teori teologi dan deontology. Bahasan akan di fokuskan antara lain teori kebebasan individu yang dikembangkan oleh Robert nozick, etika egoism dan etika egoism baru, teori relativisme, teori hak dan teori eksistensi.
Dalam teori ini terdapat lima teori, meliputi :
1.      Personal Libertarianism
Dikembangkan oleh Robert Nozick, dimana perbuatan etikal diukur bukan dengan keadilan distribusi kekayaan, namun dengan keadilan atau kesamaan kesempatan bagi semua terhadap pilihan-pilihan yang ada diketahui untuk kemakmuran mereka. Teori ini percaya bahwa moralitas akan tumbuh subur dari maksimalisasi kebebasan individu.
2.      Ethical Egoism
Dalam teori ini, memaksimalisasi kepentingan individu dilakukan sesuai dengan keinginan individu yang bersangkutan. Kepentingan ini bukan harus berupa barang atau kekayaan, bisa juga berupa ketenaran, keluarga bahagia, pekerjaan yang baik, atau apapun yang dianggap penting oleh pengambil keputusan.
3.      Existentialism
Tokoh yang mengembangkan teori ini adalah Jean-Paul Sartre. Menurutnya, standar perilaku tidak dapat dirasionalisasikan. Tidak ada perbuatan yang benar-benar salah ataua benar-benar benar atau sebaliknya. Setiap orang dapat memilih prinsip etika yang disukai karena manusia adalah apa yang ia inginkan dirinya menjadi.
4.      Relativism
Teori ini berpendapat bahwa etika itu bersifat relatif, jawaban dari etika itu tergantung dari situasinya. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa tidak ada kriteria universal untuk menentukan perbuatan etis. Setiap individu mempunyai kriteria sendiri-sendiri dan berbeda setiap budaya dan negara. 
5.      Teori Hak (right)
Nilai dasar yang dianut dalam teori ini adalah kebebasan. Perbuatan etis harus didasarkan pada hak individu terhadap kebebasan memilih. Setiap individu memiliki hak moral yang tidak dapat ditawar.


2.      Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam
Etika bisnis merupakan seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar dan salah dalam dunia bisnis. Berdasarkan pada prinsip moralitas, ada beberapa hal yang dapat dikemukakan yaitu :
1.       Menanamkan kesadaran akan adanya dimensi etis dalam bisnis.
2.       Memperkenalkan argumentasi moral dibidang ekonomi dan bisnis serta cara penyusunannya.
3.       Membantu untuk menentukan sikap moral yang tepat dalam menjalankan profesi.
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang dinamis sebagai bagian dari peradaban. Dalam hal ini, etika dengan agama berkaitan erat dengan manusia, tentang upaya pengaturan kehidupan dan perilakunya. Jika barat meletakkan "Akal" sebagai dasar kebenarannya. Maka, Islam meletakkan "Al-Qur'an" sebagai dasar kebenaran.
Berbagai teori etika Barat dapat dilihat dari sudut pandang Islam, sebagai berikut :
a.       Teleologi Utilitarian dalam Islam adalah hak individu dan kelompok adalah penting dan tanggungjawab adalah hak perseorangan.
b.      Distributive Justice dalam Islam adalah Islam mengajarkan keadilan. Hak orang miskin berada pada harta orang kaya. Islam mengakui kerja dan perbedaan kepemilikan kekayaan.
c.       Deontologi dalam Islam adalah Niat baik tidak dapat mengubah yang haram menjadi halal. Walaupun tujuan, niat dan asilnya baik, akan tetapi apabila caranya tidak baik, maka tetap tidak baik.
d.      Eternal Law dalam Islam adalah Allah mewajibkan manusia untuk mempelajari dan membaca wahyu dan ciptaanNya. Keduanya harus dilakukan dengan seimbang, Islam mewajibkan manusia aktif dalam kegiatan duniawi yang berupa muamalah sebagai proses penyucian diri.
e.       Relativisme dalam Islam adalah perbuatan manusia dan nilainya harus sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an dan Hadis. Prinsip konsultasi dengan pihak lain sangat ditekankan dalam Islam dan tidak ada tempat bagi egoisme dalam Islam.
f.       Teori Hak dalam Islam adalah menganjurkan kebebasan memilih sesuai kepercayaannya dan menganjurkan keseimbangan. Kebebasan tanpa tanggungjawab tidak dapat diterima. Dan tanggungjawab kepada Allah adalah hak individu.
Ø  Etika Skriptual
Etika skriptual dapat diartika sebagai sebuah etika yang berangkat dari interprestasi yang melibatkan aktivitas intelektual yang serius dan sungguh-sungguh terhadap nash ai quran dan sunnah nabi sabagai etika utama.
Al quran dipandang mencakup tiga hal utama, yaitu hakikat benar dan salah, keadilan dan kekuasaan dan kekuasaan tuhan dan kebebasan dan tanggungjawab. Sumber :
-       Al quran dan topic analisis. Teks dan interpretasinya, kebaikan dan kebenaran, keadilan tuhan dan tanggung jawab.
-    Bukti-bukti dan tradisi hadis nabi : kekuasaan tuhan, kemampuan manusia, kebaikan ada di dalam hati, rukun iman, inti keadilan dan tanggung jawab moral.
Ø  Teori etika teologis
Rasionalisasi etika , dasar-dasar deontology dari  benar dan salah : (a)kapasitas manusia dan tanggungjawabnya
(b) kebijaksaan tuhan dan kedilan.
Etika kebebasan , ketentuan tuhan sebagai dasar benar dan salah :
(a)  capacity dan acquisition
(b) keadilan dan ketidakadilan yang diterapkan tuhan.
Persoalan teologi, memunculkan berbagai aliran pemikiran dalam islam, antara lain :
1.      Mu’tazilah berhadapan asy ariah , meliputi sumber pengetahuan =akal pikiran
2.      Sumb hokum = akal, wahyu dan agama, syariat baik/buruk= akal dan syariat.
3.       Jabariah terhadap qadariah.
Ø  Rasionalisme (mu’tazilah)
Benar / salah terbatas a hokum etika berkaitan dengan : pujian/ cercaan, pahala/siksa. Manusia diberi akal jadi harus berfikir untuk menentukan perbuatan. Perbuatan dan tanggung jawab bergantung pada pengetahuan . akal menopang kehidupan etika secara keseluruhan . benar/.salah diketahui lewat pengetahuan atau akal.
Ø  Semi rasionalis-asyriah
1)      Dasar penentuan benar/salah :
a.       benar =apa yang dikehendaki dan di perintah Allah, salah = apa yang dilarang allah,
b.      perbuatan itu di ciptakan tuhan dan manusia,
c.        wahyu yang menentukan segala hal yang menjadi kewajibansecara moral dan agama, d.peran wahyu adlah mengonfirmasikan apa yang telah di temukan oleh akal.
2)       Tanggungjawab manusia a. sebatas/sesuai dengan perbuatan yang berasal dari kekuasaan yang diciptakan saja.
3)       Keadilan tuhan : apapun yang dilakukan / dikehendaki tuhan itu adil.
Ø  Etika filsafat
Latar belakang pendapat mayoritas ahli-ahli islam: tidak ada mazhab etika dalam pemikiran islam karena dalam pemikiran islam karena sudah ada Al quran dan Hadist.

Ø  Prinsip utama :
1.      Berpihak pada teori etika yang bersifat universal dan fitri.
2.     Moralitas dalam islam didasarkan pada keadilan menempatkan segala sesuatu pda tempatnya.
3.      Tidak etis akan menghasilkan kebahagiaan termai dunia dan fisik.
4.      Tindakann etis bersifat rasional.
Ø  Etika keagamaan
Cirri-cirinya adalah :
1)       Berakar pada Al quran dan Hadist
2)        Cenderung melepas kepelikan metodolodi langsung mengungkapkan moralitas islam secara langsung.
3)      Kebaikan/perilaku yang baik menurut : Al Dunya, miskawaih, hasan al basin, mawardi.  
Kabaikan / perilaku yang baik, menurut AL Dunya : Ucapan yang benar, setia dan taat kepada Allah, dermawan, membalas perbuatan baik, menegakkan kebenaran , solider terhadap teman.
Ø  Teori keadilan distribusi islam
Para pengamat mengatakan bahwa, tujuan distribusin dalam islam adalah persamaan dalam distribusi.
Dalam pandangan munawar iqbal, bahwa yang di maksud dengan distribusi justice dalam islam adlah distribusi yang menjamin 3 hal berikut:
1)         Jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar bagi semua.
2)         Objektivitas atau kedilan  tetapi bukan persamaan dalam pendapatan individu
3)         Pembatasan ketidak merataan ekstrem dalam pendapatan dan kekayaan individu.

E.     Pengertian Profesi
Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris “Profess”, yang dalam bahasa Yunani adalah “Επαγγελια”, yang bermakna: “Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen”.

F.      Kode Etik
Kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.

G.     Prinsip-Prinsip Etika Profesi
1.      Prinsip Tanggung Jawab ; Yaitu salah satu prinsip pokok bagi kaum profesional. Karena orang yang professional sudah dengan sendirinya berarti bertanggung jawab atas profesi yang dimilikinya
2.      Prinsip Keadilan ; Yaitu prinsip yang menuntut orang yang professional agar dalam melaksanakan profesinya tidak akan merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang dilayani dalam  kaitannya dengan profesi yang dimilikinya.
3.      Prinsip Otonomi ; Yaitu prinsip yang dituntut oleh kalangan professional terhadap dunia luar agar mereka diberikan kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Sebenarnya hal ini merupakan konsekuensi dari hakekat profesi itu sendiri. Karena hanya mereka yang professional ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut.
4.      Prinsip Integritas Moral ; Yaitu prinsip yang berdasarkan pada hakekat dan ciri-ciri profesi di atas, terlihat jelas bahwa orang yang professional adalah juga orang yang mempunyai integritas pribadi atau moral yang tinggi. Oleh karena itu mereka mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya, dan juga kepentingan orang lain maupun masyarakat luas.

H.    Perbedaan Etika Bisnis Islam dengan Barat
Dari bebrapa paparan diatas ada beberapa poin yang dapat membedakan etika bisnis islam dengan barat. Agar lebih jelas kami paparkan dengan bagan sebagai berikut:
NO
PERBEDAAN
ETIKA BISNIS ISLAM
KONVENSIONAL
1.
Sumber
Al-Quran dan Al-Hadits
Daya fikir Manusia
2.
Motif
Ibadah
Mencari keuntungan
3.
Paradigma
Syariah
Pasar
4.
Landasan
Falah
Utiliti individualisme
5.
Pondasi Dasar
Muslim
Manusia bisnis


PENUTUP
Kesimpulan
Etika bisnis islam adalah merupakan hal yang penting dalam perjalanan sebuah aktivitas bisnis profesional. Seperti menurut Hamzah Ya’kub dalam bukunya Etika Islam (1991:11-15) : etika adalah perilaku akhlaq berasal dari Arab, yang artinya sama dengan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabat. Pengertian akhlaq ialah ilmu yang menentukan baik dan buruk, antara yang terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin. Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT adalah untuk menyempurnakan dan atau memperbaiki akhlaq manusia , bukan untuk langsung mengembangkan ekonomi, tapi akhlaq terlebih dahulu.
Prinsip ekonomi, menurut para pembisnis dan para konglomerat adalah untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa menggunakan etika bisnis yang ada. Panduan Rasulullah dalam etika bisnis yang perlu diperhatikan dalam berbisnis:
1.Prinsip essensial dalam bisnis adalah kejujuran
2.Kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis
3.Tidak melakukan sumpah palsu
4.Ramah tamah
5.Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut.
Islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.Realitasnya, para pelaku bisnis sering tidak mengindahkan etika. Para pelaku bisnis yang sukses memegang prinsip-prinsip bisnis yang tidak bermoral, misalnya maksimalisasi laba, agresivitas, individualitas, semangat persaingan, dan manajemen konflik.


Referensi

CONTOH KASUS KORUPSI, PEMALSUAN, PEMBAJAKAN DAN DISKRIMINASI

CONTOH KASUS KORUPSI, PEMALSUAN, PEMBAJAKAN DAN DISKRIMINASI DISUSUN OLEH :  Mevita  Silviana         16214608 Ke...