PERSPEKTIF ETIKA BISNIS MENURUT
PANDANGAN ISLAM DAN PANDANGAN BARAT
DISUSUN OLEH :
Mevita Silviana 16214608
Mevita Silviana 16214608
Kelas : 3EA43
MATA KULIAH ETIKA BISNIS
Dosen : STEVANI ADINDA NURUL
HUDA, SE., M.IBF
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2017
PENDAHULUAN
Dunia bisnis Indonesia
tengah mengalami proses perubahan. Arus globalisasi yang semakin deras tengah
menekan dunia bisnis Indonesia untuk mengadopsi standar-standar pengelolaan
bisnis secara internasional. Sustainable development maupun green business
merupakan isu yang semakin berkembang. Masyarakat dunia semakin peduli akan
kelestarian lingkungan. Keseimbangan dunia bisnis dan lingkungan harus bisa
dicapai. Ecolabeling merupakan salah satu contoh usaha masyarakat untuk
menyelamatkan lingkungan dari ancaman dunia bisnis.
Perbincangan
tentang "etika bisnis" di sebagian besar paradigma pemikiran
pebisnis terasa kontradiksi interminis (bertentangan dalam dirinya sendiri)
atau oxymoron ; mana mungkin ada bisnis yang bersih, bukankah setiap orang yang
berani memasuki wilayah bisnis berarti ia harus berani (paling tidak)
"bertangan kotor".
Apalagi ada
satu pandangan bahwa masalah etika bisnis seringkali muncul berkaitan dengan
isnis tertentu, yang apabila "beretika" maka bisnisnya terancam
pailit. Disebagian masyarakat yang nir normative dan hedonistik materialistk,
pandangan ini tampkanya bukan merupakan rahasia lagi karena dalam banyak hal
ada konotasi yang melekat bahwa dunia bisnis dengan berbagai lingkupnya
dipenuhi dengan praktik-praktik yang tidak sejalan dengan etika itu sendiri.
Profit bukanlah
semata-mata tujuan yang harus selalu diutamakan. Dunia bisnis juga harus
berfungsi sebagai sosial dan harus dioperasikan dengan mengindahkan etika-etika
yang berlaku dimasyarakat. Para pengusaha juga harus menghindar dari upaya yang
menyalagunakan segalah cara untuk mengejar keuntungan pribadi semata tanpa
peduli berbagai akibat yang merugikan pihak lain, masyarakat luas, bahkan
merugikan bangsa dan negara.
Etika dalam istilah
umum adalah ukuran perilaku yang baik. Bahkan ada yang berpendapat bahwa islam
itu akhlak karena mengatur semua perilaku kita, mulai dari tidur sampai bangun
kembali bahkan sampai pada ekonomi, bisnis dan politik. Etika atau moral dalam
bisnis merupakan buah dari keimanan, keislaman dan ketakwaan yang didasarkan
pada keyakinan akan kebenaran Allah SWT. Islam diturunkan Allah pada hakekatnya
adalah untuk memperbaiki akhlak atau etika yang baik.
PEMBAHASAN
Salah
satu kajian penting dalam Islam adalah persoalan etika bisnis. Pengertian etika
adalah acode or set of principles which people live (kaedah atau seperangkat
prinsip yang mengatur hidup manusia). Etika bisnis merupakan hal yang
vital dalam perjalanan sebuah aktivitas bisnis professional. Sebagaimana
diungkapkan oleh Dr. syahata, bahwa etika bisnis mempunyai fungsi substansial
membekali para pelaku bisnis beberapa hal sebagai berikut:
1. Membangun
kode etik aslam yang mengatur, mengembangkan dan menancapkan metode berbisnis
dalam kerangka ajaran agama.
2. Kode etik
islam dapat menjadi dasar hokum dalam menetapkan tanggung jawab pelaku bisnis,
terutama bagi diri meraka sendiri, antara komunitas bisnis, masyarakat , dan di
atas segalanya adalah tanggung jawab dihadapan Allah.
3. Kode etik
diperspsi sebagai dokumen hokum yang dapat mnyelesaikan persoalan yang
munculdari pada harus diserahkan kepada pihak peradilan.
4. Kode etik
dapat memberi kontribusi dalam penyelesaian banyak persoalan yang terjadi
antara sesame pelaku bisnis.
5. Kode etik
dapat membantu mengembangkan kurikulum pendidikan, pelatihan dan seminar yang
di perlukan bagi pelaku bisnis yang menggabungkan nilai-nilai moral dan
perilaku baik dengan prinsip bisnis kontemporer.
6. Kode etik
ini dapat mempresentasikan bentuk aturan islam yang konkret dan bersifat
cultural sehiongga dapat mendeskripsikan konfrehensif dan orisinalitas ajaran
islam yang dapat diterapkan disetiap zaman dan tempat.
A. Etika
Bisnis Islam dalam Al-Qur’an dan Hadist
Menurut
etika bisnis Islam, setiap pelaku bisnis (wirausaha) dalam berdagang, hendaknya
tidak semata-mata bertujuan mencari keutungan sebesar-besarnya, akan tetapi
yang paling penting adalah mencari keridhaan dan mencapai keberkahan atas
rezeki yang diberikan oleh Allah SWT. Hakikat keberkahan usaha itu adalah
kemantapan dari usaha yang dilakukannya dalam bentuk memperoleh keuntungan yang
wajar dan diridhai oleh Allah SWT.
Al-Quran
dan Hadits didalamnya mencakup sekumpulan aturan-aturan dan prinsip-prinsip
yang jika dijalankan akan menghasilakn kesuksesan besar bagi para pelaku
bisnis, baik di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana firman Allah SWT yang
artinya:
“Dan
Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”
(QS. An-Nahl : 89).
Nabi Muhammad SAW memperinci ayat
diatas dengan hadits sebagai berikut:
“Telah
kuwariskan kepadamu dua hal, yang jika kamu tetap berpegang kepadanya, maka kamu
tidak akan tersesat selamanya, yaitu kitab Allah dan sunnahku.” (Bukhari
Muslim)
Untuk
memperoleh keberkahan dalam jual beli, Islam mengajarkan beberapa etika dalam
melakukan bisnis, sebagai berikut:
1) Jujur
dalam takaran dan timbangan, Allah berfirman QS al-Muthafifin 1-2:“Celakalah
bagi orang yang curang. Apabila mereka menimbang dari lain (untuk dirinya,
dipenuhkan timbangannya). namun, apabila mereka menimbang (untuk orang lain)
dikuranginya”. Menjual barang yang halal. Dalam salah satu hadits nabi
menyatakan bahwa Allah mengharamkan sesuatu barang, maka haram pula harganya
(diperjualbelikan).
2) Menjual
barang yang baik mutunya. Dalam berbagai hadits Rasulullah melarang menjual
buah-buahan hingga jelas baiknya.
3) Jangan
menyembunyikan cacat barang. Salah satu sumber hilangnya keberkahan jual beli,
jika seseorang menjual barang yang cacat yang disembunyikan cacatnya.
Ibnu Umar menurut riwayat Bukhari, memberitakan bahwa seorang lelaki
menceritakan kepada Nabi bahwa ia tertipu dalam jual beli. Sabda Nabi
; “Apabila engkau berjual beli, katakanlah : tidak ada tipuan”.
4) Jangan
main sumpah. Ada kebiasaan pedagang untuk meyakinkan pembelinya dengan jalan
main sumpah agar dagangannya laris. Dalam hal ini Rasulullah SAW
memperingatkan: “sumpah itu melariskan dagangan, tetapi menghapuskan
keberkahan”. (H.R. Bukhari).
5) Longgar
dan bermurah hati. Sabda Rasulullah: “Allah mengasihi orang yang bermurah
hati waktu menjual, waktu membeli dan waktu menagih hutang”. (H.R. Bukhari).
Kemudian dalam hadits lain Abu Hurairah memberitakan bahwa Rasulullah
bersabda: “ada seorang pedagang yang mempiutangi orang banyak. Apabila dilihatnya
orang yang ditagih itu dalam dalam kesem-pitan, dia perintahkan kepada
pembantu-pembantunya.” Berilah kelonggaran kepadanya, mudah-mudahan Allah
memberikan kelapangan kepada kita”. Maka Allah pun memberikan kelapangan
kepadanya “ (H.R. Bukhari).
6) Jangan
menyaingi kawan. Rasulullah telah bersabda: “janganlah kamu menjual dengan
menyaingi dagangan saudaranya”.
7) Mencatat
hutang piutang. Dalam dunia bisnis lazim terjadi pinjam-meminjam. Dalam
hubungan ini al-Qur’an mengajarkan pencatatan hutang piutang. Gunanya adalah
untuk mengingatkan salah satu pihak yang mungkin suatu waktu lupa atau
khilaf: “hai orang-orang yang beriman, kalau kalian berhutang-piutang
dengan janji yang ditetapkan waktunya, hendaklah kalian tuliskan. Dan seorang
penulis di antara kalian, hendaklah menuliskannya dengan jujur. Janganlah
penulis itu enggan menuliskannya, sebagaimana telah diajarkan oleh Allah
kepadanya”.
8) Larangan
riba sebagaimana Allah telah berfirman: “Allah menghapuskan riba dan
menyempurnakan kebaikan shadaqah. Dan Allah tidak suka kepada orang yang tetap
membangkang dalam bergelimang dosa”.
9) Anjuran
berzakat, yakni menghitung dan mengeluarkan zakat barang dagangan setiap tahun sebanyak
2,5 % sebagai salah satu cara untuk membersihkan harta yang diperoleh dari
hasil usaha.
B. Beberapa
Aspek Terkait dengan Bagaimana Islam Memandang Etika dalam Bisnis
1. Islam mengajarkan agar dalam berbisnis,
seorang muslim harus senantiasa berpijak kepada aturan yang ada dalam agama,
utamanya bagaimana pengusaha tidak hanya memikirkan kepentingan sendiri, namun
juga bisa membina hubungan yang harmonis dengan konsumen atau pelanggan, serta
mampu menciptakan suasana saling meridhoi dan tidak ada unsur eksploitasi. Hal
ini sebagaimana ketentuan dalam Al-Qur’an yang memberi pentunjuk agar dalam
bisnis tercipta hubungan yang harmonis, saling ridha, tidak ada unsur
eksploitasi (QS. 4:29) dan bebas dari kecurigaan atau penipuan, seperti
keharusan membuat administrasi transaksi kredit (QS. 2: 282).
2. Bekerja dalam konteks Islam harus didasari
atau berlandaskan kepada iman. Dalam kaitan iman, berbisnis tidak semata-mata
mengejar keuntungan duniawi, melainkan seorang muslim harus senantiasa ingat
bahwa apa pun yang ia kerjakan harus diimbangi dengan komitmen kecintaan kepada
Allah. Dengan demikian, Iman akan membawa usaha yang dilakukan seorang muslim
jauh dari hal-hal yang dilarang dalam hukum jual beli seperti riba, menipu
pembeli, dan sejenisnya.
C. 5 Ketentuan Umum Etika Berbisnis dalam Islam.
1. Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid
yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang
ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan
konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan
sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan
bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan
yang sangat penting dalam sistem Islam.
2. Keseimbangan
(Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam
berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus
Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat
curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta
untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu
dikurangi. Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut,
karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan.
Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk
menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan
kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.
واوفوا الكيل اذا كلتم وزنوا بالقسطاس المستقيم ذالك خير وأحسن تأويلا
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan
neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya,”
(Q.S. al-Isra’: 35).
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam
mengharuskan untuk berbuat adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai.
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 8 yang artinya:
“Hai orang-orang beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku
tidak adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa.”
3. Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika
bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif.
Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi
seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala
potensi yang dimilikinya.
Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya
yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap
masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.
4. Tanggung jawab
(Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia
karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk
memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan
tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia
menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan
bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.
5. Kebenaran, kebajikan dan kejujuran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari
kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam
konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar
yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas
pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
D. Perbedaan
Etika Bisnis Islam dengan Barat
Sistem
etika Islam secara umum memiliki perbedaan mendasar dibanding sistem etika
barat. Pemaparan pemikiran yang melahirkan sistem etika di Barat cenderung
memperlihatkan perjalanan yang dinamis dengan cirinya yang berubah-ubah
dan bersifat sementara sesuai dinamika peradaban yang dominan.
Lahirnya
pemikiran etika biasanya didasarkan pada pengalaman dan nilai-nilai yang
diyakini para pencetusnya. Pengaruh ajaran agama kepada model etika di Barat
justru menciptakan ekstremitas baru dimana cenderung merenggut manusia dan
keterlibatan duniawi dibandingkan sudut lain yang sangat mengemukakan
rasionalisme dan keduniawian.
Sedangkan
dalam Islam mengajarkan kesatuan hubungan antar manusia dengan Penciptanya.
Kehidupan totalitas duniawi dan ukhrawi dengan berdasarkan sumber utama yang
jelas yaitu Al-Qur'an dan Hadis. Berikut penjabaran perbedaan tentang etika
bisnis islam dengan barat:
1. Etika
Bisnis Dalam Perspektif Barat
Dalam sistem etika Barat ini, ada
tiga teori etika yang akan dibahas, antara lain :
a.
Teleologi
Teori yang
dikembangkan oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill ini mendasarkan pada dua
konsep yakni : Pertama, konsep Utility (manfaat) yang kemudian
disebut Utilitarianisme. artinya, pengambilan keputusan etika yang ada pada
konsep ini dengan menggunakan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak pihak
sebagai hasil akhirnya. Dengan kata lain, sesuatu yang dinilai benar adalah
sesuatu yang memaksimalisasi apa yang baik atau meminimalisir apa yang
berbahaya bagi banyak pihak. Maka, sesuatu itu dinilai sebagai perbuatan etis
ketika sesuatu itu semakin bermanfaat bagi banyak orang.
Dan kedua, teori
Keadilan Distribusi Distribitive Justice atau keadilan yang
berdasarkan pada konsep Fairness. Inti dari teori ini adalah perbuatan itu
dinilai etis apabila menjunjung keadilan distribusi barang dan jasa berdasarkan
pada konsep Fairness. Yakni konsep yang memiliki nilai dasar keadilan.
Dalam hal ini,
suatu perbuatan sangat beretika apabila berakibat pada pemerataan atau kesamaan
kesejahteraan dan beban, sehingga konsep ini berfokus pada metode
distribusinya. Distribusi sesuai bagiannya, kebutuhannya, usahanya, sumbangan
sosialnya dan sesuai jasanya, dengan ukuran hasil yang dapat meningkatkan
kerjasama antar anggota masyarakat.
b.
Deontologi
Teori yang
dikembangkan oleh Immanuel Kant ini mengatakan bahwa keputusan moral harus
berdasarkan aturan-aturan dan prinsip-prinsip universal, bukan
"hasil" atau "konsekuensi" seperti yang ada dalam teori
teleologi. Perbuatan baik bukan karena hasilnya tapi mengikuti suatu prinsip
yang baik berdasarkan kemauan yang baik.
Dalam teori ini
terdapat dua konsep, yaitu : Pertama, Teori Keutamaan Virtue Ethics. Dasar
dari teori ini bukanlah aturan atau prinsip yang secara universal benar atau
diterima, akan tetapi apa yang paling baik bagi manusia untuk hidup. Dasar dari
teori ini adalah tidak menyoroti perbuatan manusia saja, akan tetapi seluruh
manusia sebagai pelaku moral. Memandang sikap dan akhlak seseorang yang adil,
jujur, mura hati, dan lain sebagainya sebagai keseluruhan.
Kedua, Hukum
Abadi Eternal Law, dasar dari teori ini adalah bahwa perbuatan etis harus
didasarkan pada ajaran kitab suci dan alam.
c.
Hybrid
Merupakan kombinasi atau sesuatu yang berlainan dari teori
teologi dan deontology. Bahasan akan di fokuskan antara lain teori kebebasan
individu yang dikembangkan oleh Robert nozick, etika egoism dan etika egoism
baru, teori relativisme, teori hak dan teori eksistensi.
Dalam
teori ini terdapat lima teori, meliputi :
1. Personal
Libertarianism
Dikembangkan oleh Robert Nozick,
dimana perbuatan etikal diukur bukan dengan keadilan distribusi kekayaan, namun
dengan keadilan atau kesamaan kesempatan bagi semua terhadap pilihan-pilihan
yang ada diketahui untuk kemakmuran mereka. Teori ini percaya bahwa moralitas
akan tumbuh subur dari maksimalisasi kebebasan individu.
2. Ethical
Egoism
Dalam teori ini, memaksimalisasi
kepentingan individu dilakukan sesuai dengan keinginan individu yang
bersangkutan. Kepentingan ini bukan harus berupa barang atau kekayaan, bisa
juga berupa ketenaran, keluarga bahagia, pekerjaan yang baik, atau apapun yang
dianggap penting oleh pengambil keputusan.
3. Existentialism
Tokoh yang mengembangkan teori ini
adalah Jean-Paul Sartre. Menurutnya, standar perilaku tidak dapat
dirasionalisasikan. Tidak ada perbuatan yang benar-benar salah ataua
benar-benar benar atau sebaliknya. Setiap orang dapat memilih prinsip etika
yang disukai karena manusia adalah apa yang ia inginkan dirinya menjadi.
4. Relativism
Teori ini berpendapat bahwa etika
itu bersifat relatif, jawaban dari etika itu tergantung dari situasinya. Dasar
pemikiran teori ini adalah bahwa tidak ada kriteria universal untuk menentukan
perbuatan etis. Setiap individu mempunyai kriteria sendiri-sendiri dan berbeda
setiap budaya dan negara.
5. Teori
Hak (right)
Nilai dasar yang dianut dalam teori
ini adalah kebebasan. Perbuatan etis harus didasarkan pada hak individu
terhadap kebebasan memilih. Setiap individu memiliki hak moral yang tidak dapat
ditawar.
2. Etika
Bisnis Dalam Perspektif Islam
Etika bisnis merupakan seperangkat
nilai tentang baik, buruk, benar dan salah dalam dunia bisnis. Berdasarkan pada
prinsip moralitas, ada beberapa hal yang dapat dikemukakan yaitu :
1. Menanamkan
kesadaran akan adanya dimensi etis dalam bisnis.
2. Memperkenalkan
argumentasi moral dibidang ekonomi dan bisnis serta cara penyusunannya.
3. Membantu
untuk menentukan sikap moral yang tepat dalam menjalankan profesi.
Masyarakat Islam
adalah masyarakat yang dinamis sebagai bagian dari peradaban. Dalam hal ini,
etika dengan agama berkaitan erat dengan manusia, tentang upaya pengaturan
kehidupan dan perilakunya. Jika barat meletakkan "Akal" sebagai dasar
kebenarannya. Maka, Islam meletakkan "Al-Qur'an" sebagai dasar
kebenaran.
Berbagai teori etika Barat dapat
dilihat dari sudut pandang Islam, sebagai berikut :
a. Teleologi
Utilitarian dalam Islam adalah hak individu dan kelompok adalah penting dan tanggungjawab
adalah hak perseorangan.
b. Distributive
Justice dalam Islam adalah Islam mengajarkan keadilan. Hak orang miskin
berada pada harta orang kaya. Islam mengakui kerja dan perbedaan kepemilikan
kekayaan.
c. Deontologi
dalam Islam adalah Niat baik tidak dapat mengubah yang haram menjadi halal.
Walaupun tujuan, niat dan asilnya baik, akan tetapi apabila caranya tidak baik,
maka tetap tidak baik.
d. Eternal
Law dalam Islam adalah Allah mewajibkan manusia untuk mempelajari dan
membaca wahyu dan ciptaanNya. Keduanya harus dilakukan dengan seimbang, Islam
mewajibkan manusia aktif dalam kegiatan duniawi yang berupa muamalah sebagai
proses penyucian diri.
e. Relativisme dalam
Islam adalah perbuatan manusia dan nilainya harus sesuai dengan tuntunan
Al-Qur'an dan Hadis. Prinsip konsultasi dengan pihak lain sangat ditekankan
dalam Islam dan tidak ada tempat bagi egoisme dalam Islam.
f. Teori
Hak dalam Islam adalah menganjurkan kebebasan memilih sesuai kepercayaannya dan
menganjurkan keseimbangan. Kebebasan tanpa tanggungjawab tidak dapat diterima.
Dan tanggungjawab kepada Allah adalah hak individu.
Ø Etika
Skriptual
Etika
skriptual dapat diartika sebagai sebuah etika yang berangkat dari interprestasi
yang melibatkan aktivitas intelektual yang serius dan sungguh-sungguh terhadap
nash ai quran dan sunnah nabi sabagai etika utama.
Al quran
dipandang mencakup tiga hal utama, yaitu hakikat benar dan salah, keadilan dan
kekuasaan dan kekuasaan tuhan dan kebebasan dan tanggungjawab. Sumber :
- Al quran dan topic analisis. Teks dan interpretasinya,
kebaikan dan kebenaran, keadilan tuhan dan tanggung jawab.
- Bukti-bukti dan tradisi hadis nabi : kekuasaan tuhan,
kemampuan manusia, kebaikan ada di dalam hati, rukun iman, inti keadilan dan
tanggung jawab moral.
Ø Teori etika
teologis
Rasionalisasi etika , dasar-dasar
deontology dari benar dan salah : (a)kapasitas manusia dan
tanggungjawabnya
(b) kebijaksaan tuhan dan kedilan.
Etika kebebasan , ketentuan tuhan
sebagai dasar benar dan salah :
(a) capacity dan
acquisition
(b) keadilan dan ketidakadilan yang
diterapkan tuhan.
Persoalan teologi, memunculkan
berbagai aliran pemikiran dalam islam, antara lain :
1. Mu’tazilah
berhadapan asy ariah , meliputi sumber pengetahuan =akal pikiran
2. Sumb hokum =
akal, wahyu dan agama, syariat baik/buruk= akal dan syariat.
3. Jabariah
terhadap qadariah.
Ø Rasionalisme
(mu’tazilah)
Benar / salah terbatas a hokum etika
berkaitan dengan : pujian/ cercaan, pahala/siksa. Manusia diberi akal jadi
harus berfikir untuk menentukan perbuatan. Perbuatan dan tanggung jawab
bergantung pada pengetahuan . akal menopang kehidupan etika secara keseluruhan
. benar/.salah diketahui lewat pengetahuan atau akal.
Ø Semi
rasionalis-asyriah
1) Dasar
penentuan benar/salah :
a. benar =apa
yang dikehendaki dan di perintah Allah, salah = apa yang dilarang allah,
b. perbuatan
itu di ciptakan tuhan dan manusia,
c.
wahyu yang menentukan segala hal yang menjadi
kewajibansecara moral dan agama, d.peran wahyu adlah mengonfirmasikan apa yang
telah di temukan oleh akal.
2) Tanggungjawab
manusia a. sebatas/sesuai dengan perbuatan yang berasal dari kekuasaan yang
diciptakan saja.
3) Keadilan
tuhan : apapun yang dilakukan / dikehendaki tuhan itu adil.
Ø Etika
filsafat
Latar belakang pendapat mayoritas
ahli-ahli islam: tidak ada mazhab etika dalam pemikiran islam karena dalam
pemikiran islam karena sudah ada Al quran dan Hadist.
Ø Prinsip
utama :
1.
Berpihak pada teori etika yang bersifat universal dan
fitri.
2. Moralitas dalam islam didasarkan pada keadilan
menempatkan segala sesuatu pda tempatnya.
3.
Tidak etis akan menghasilkan kebahagiaan termai dunia
dan fisik.
4.
Tindakann etis bersifat rasional.
Ø Etika
keagamaan
Cirri-cirinya adalah :
1) Berakar pada
Al quran dan Hadist
2) Cenderung
melepas kepelikan metodolodi langsung mengungkapkan moralitas islam secara
langsung.
3)
Kebaikan/perilaku yang baik menurut : Al Dunya,
miskawaih, hasan al basin, mawardi.
Kabaikan / perilaku yang baik, menurut AL Dunya : Ucapan yang
benar, setia dan taat kepada Allah, dermawan, membalas perbuatan baik,
menegakkan kebenaran , solider terhadap teman.
Ø Teori
keadilan distribusi islam
Para pengamat
mengatakan bahwa, tujuan distribusin dalam islam adalah persamaan dalam
distribusi.
Dalam
pandangan munawar iqbal, bahwa yang di maksud dengan distribusi justice dalam
islam adlah distribusi yang menjamin 3 hal berikut:
1)
Jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar bagi semua.
2)
Objektivitas atau kedilan tetapi bukan
persamaan dalam pendapatan individu
3)
Pembatasan ketidak merataan ekstrem dalam pendapatan
dan kekayaan individu.
E. Pengertian
Profesi
Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam
bahasa Inggris “Profess”, yang dalam bahasa Yunani adalah “Επαγγελια”, yang
bermakna: “Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara
tetap/permanen”.
F. Kode
Etik
Kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang
telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya
termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang
agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.
G. Prinsip-Prinsip Etika Profesi
1. Prinsip
Tanggung Jawab ; Yaitu salah satu prinsip pokok bagi kaum profesional.
Karena orang yang professional sudah dengan sendirinya berarti bertanggung
jawab atas profesi yang dimilikinya
2. Prinsip
Keadilan ; Yaitu prinsip yang menuntut orang yang professional agar dalam
melaksanakan profesinya tidak akan merugikan hak dan kepentingan pihak
tertentu, khususnya orang-orang yang dilayani dalam kaitannya dengan
profesi yang dimilikinya.
3. Prinsip
Otonomi ; Yaitu prinsip yang dituntut oleh kalangan professional terhadap
dunia luar agar mereka diberikan kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan
profesinya. Sebenarnya hal ini merupakan konsekuensi dari hakekat profesi itu
sendiri. Karena hanya mereka yang professional ahli dan terampil dalam bidang
profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam
pelaksanaan profesi tersebut.
4. Prinsip
Integritas Moral ; Yaitu prinsip yang berdasarkan pada hakekat dan
ciri-ciri profesi di atas, terlihat jelas bahwa orang yang professional adalah
juga orang yang mempunyai integritas pribadi atau moral yang tinggi. Oleh
karena itu mereka mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran
profesinya, nama baiknya, dan juga kepentingan orang lain maupun masyarakat
luas.
H. Perbedaan Etika Bisnis Islam dengan Barat
Dari bebrapa paparan
diatas ada beberapa poin yang dapat membedakan etika bisnis islam dengan barat.
Agar lebih jelas kami paparkan dengan bagan sebagai berikut:
NO
|
PERBEDAAN
|
ETIKA
BISNIS ISLAM
|
KONVENSIONAL
|
1.
|
Sumber
|
Al-Quran
dan Al-Hadits
|
Daya fikir
Manusia
|
2.
|
Motif
|
Ibadah
|
Mencari
keuntungan
|
3.
|
Paradigma
|
Syariah
|
Pasar
|
4.
|
Landasan
|
Falah
|
Utiliti
individualisme
|
5.
|
Pondasi
Dasar
|
Muslim
|
Manusia
bisnis
|
PENUTUP
Kesimpulan
Etika bisnis islam adalah merupakan hal
yang penting dalam perjalanan sebuah aktivitas bisnis
profesional. Seperti menurut Hamzah Ya’kub dalam bukunya Etika Islam (1991:11-15)
: etika adalah perilaku akhlaq berasal dari Arab, yang artinya sama dengan budi
pekerti, perangai, tingkah laku atau tabat. Pengertian akhlaq ialah ilmu yang
menentukan baik dan buruk, antara yang terpuji dan tercela, tentang perkataan
atau perbuatan manusia lahir dan batin. Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT
adalah untuk menyempurnakan dan atau memperbaiki akhlaq manusia , bukan untuk
langsung mengembangkan ekonomi, tapi akhlaq terlebih dahulu.
Prinsip ekonomi, menurut para pembisnis
dan para konglomerat adalah untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya
tanpa menggunakan etika bisnis yang ada. Panduan Rasulullah dalam etika bisnis
yang perlu diperhatikan dalam berbisnis:
1.Prinsip essensial dalam bisnis adalah
kejujuran
2.Kesadaran tentang signifikansi sosial
kegiatan bisnis
3.Tidak melakukan sumpah palsu
4.Ramah tamah
5.Tidak boleh berpura-pura menawar
dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut.
Islam menawarkan keterpaduan agama,
ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka
etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu
persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.Realitasnya, para pelaku
bisnis sering tidak mengindahkan etika. Para pelaku bisnis yang sukses memegang
prinsip-prinsip bisnis yang tidak bermoral, misalnya maksimalisasi laba,
agresivitas, individualitas, semangat persaingan, dan manajemen konflik.
Referensi

Tidak ada komentar:
Posting Komentar